Senin, 13 Februari 2017

Juventus Sudah Sepakat Lepas Allegri ke Arsenal?

Rumor hengkangnya pelatih Juventus, Massimiliano Allegri ke Arsenal kembali mencuat. Setelah beberapa pekan sempat redup, kabar terbaru yang merebak di media Italia menyebut Allegri dan Juventus sepakat 'bercerai'.

Seperti dilansir dari Football Italia, Jumat (10/2/2017), Allegri disebut-sebut akan meninggalkan Juventus setelah musim ini berakhir. Wenger masih menolak mengkonfirmasi kabar tersebut. Namun media Italia lainnya, Calciomercato.com bahkan melaporkan bahwa kesepakatan bersama telah diambil pada bulan Januari lalu.

Hal itu dikuatkan oleh pernyataan mantan pelatih Juventus, Marcello Lippi yang menyebut bahwa tak ada pelatih di Juventus yang bertahan lebih dari tiga tahun. Seperti diketahui, musim ini adalah musim ketiga bagi Allegri.

Sejumlah nama calon suksesor Allegri pun bermunculan. Mulai dari pelatih Fiorentina, Paulo Sousa, eks pelatih Inter Milan, Roberto Mancini, hingga pelatih AS Roma, Luciano Spalletti. Apalagi, nama yang disebutkan terakhir ini akan habis masa kontraknya musim ini dan sejauh ini belum ada tanda-tanda bakal memperpanjang kontrak.

Selain tiga nama kandidat tersebut, nama pelatih Napoli, Maurizio Sarri juga tak kalah santer diberitakan bakal menggantikan Allegri. Suratkabar Il Tempo bahkan sangat meyakini bahwa ada pertemuan antara Sarri dan Juventus, terkait dengan kemungkinan itu.

Kabar tersebut membuat Sarri meradang dan mengancam akan menempuh langkah hukum untuk menggugat berita tersebut.

"Saya akan bicara dengan pengacara dan kita lihat saja apakah ada celah untuk melakukan gugatan. Itu berita bohong. Saya akan pastikan apakah ada kesalahan di sana," ujar Sarri.

PSG Optimis Singkirkan Barca dan Jumpa Madrid di Final Liga Champion

Angel di Maria ternyata masih punya rasa cinta yang begitu besar dengan mantan klubnya, Real Madrid.

Pemain Argentina, yang kini membela PSG, pernah berseragam Los Blancos antara 2010 hingga 2014. Di tim Spanyol itu, ia sempat memenangkan satu trofi Liga Champions, La Liga, dan Copa del Rey, sebelum akhirnya memutuskan hengkang ke Manchester United.

Musim ini, Di Maria dan PSG akan bertemu rival abadi Madrid, Barcelona, di babak 16 besar Liga Champions. Pemain Argentina pun berharap bisa melewati perlawanan tim Catalan, demi impian bertemu Los Blancos di partai puncak.

"Ya, itu akan bagus. Ketika saya mendarat di Paris dan sudah mengatakan bahwa cepat atau lambat kami akan bertemu lagi. Musim lalu kami bertemu di fase grup dan saya senang bisa kembali lagi ke Bernabeu. Semoga musim ini kami bisa menyingkirkan Barcelona dan berjumpa lagi di final Liga Champions," tutur Di Maria menurut Marca.

"Madrid memberikan saya kesempatan untuk bermain di level tertinggi, menjadi pemain hebat, masuk dalam susunan pemain terbaik dunia. Mereka sudah memberikan saya segalanya dan selamanya saya akan terus berterima kasih."

"Salah satu momen terbaik tentu saja adalah Liga Champions, namun juga trofi Copa pertama saya, karena saya memberikan umpan yang berbuah gol. Saya masih berkomunikasi dengan semua teman saya di sana. Ini amat penting."

Dele Alli Calon Pemimpin Masa Depan Tottenham

Pelatih Tottenham Hotspur, Mauricio Pochettino mengatakan keyakinannya bahwa Dele Alli memiliki kualitas dan bisa menjadi pemimpin masa depan Spurs.

Dalam dua tahun terakhir, Dele Alli memang telah berkembang pesat bersama Spurs. Nyaris tak dikenal tiga tahun lalu, gelandang internasional Inggris itu menjelma menjadi salah satu gelandang muda paling berbakat di Eropa.

Jelang pertemuan melawan Liverpool akhir pekan ini, Pochettino memberikan pujian kepada Dele Alli yang menurutnya punya kualitas kepemimpinan.

"Tentu saja ini penting kami punya Lloris, kapten Prancis, dia pemain berpengalaman dan bisa mungkin memberi saran yang lebih baik daripada pemain muda," ujarnya.

"Tapi kemudian kami memiliki Alli, dengan kepribadian dan karakternya, mungkin dia bisa jadi pemimpin kami di masa depan," sambungnya.

"Setiap pemain di skuat ini punya kualitas kepemimpinan, mereka hanya perlu waktu untuk mengembangkan kualitas itu. Sangat penting untuk memiliki karakter yang baik dan selalu bekerja untuk menang, bukan hanya mengatakannya. Itu adalah untuk menunjukkan anda menginginkannya dengan perilaku, sikap, semangat dan motivasi anda sendiri," tandasnya.

Minggu, 12 Februari 2017

Mario Gotze Pamer Badan Seksi di Instagram

WAGs, Borussia Dortmund, Ann Khatrin, kembali memanjakan mata para penggemarnya di media sosial. Kekasih Mario Gotze tersebut memamerkan kemolekan tubuhnya saat berolahraga di pusat kebugaran.

Foto tersebut diunggah pada akun Instagram, @annkathrin_vida dengan embel-embel tagar Gym.  Foto tersebut telah disukai 33 ribu lebih followers. Sebagian bahkan tidak sungkan menanggapi kemolekan tubuh  Kathrin.

"Whoaah! Body Goals," tulis @Gotzmel_fanpage. "Kamu terlihat sangat seksi," tulis pemilik akun @heyne. Sedangkan pemilik akun @noralicious berkata, "Aku harap aku memiliki badan seperti dirimu Ann!".

Gotze dan Kathrin telah berpacaran selama lebih dari dua tahun. Hubungan mereka sangat harmonis. Ini terlihat dari banyaknya foto-foto romantis yang mereka unggah pada akun instagram masing-masing.

Sebagai seorang model, Kathrin memang rajin merawat tubuhnya.  Salah satunya dengan rutin berolahraga.

Berikut foto-foto terbaru dari kekasih mario Gotze, Ann Khatrin;

Mario Gotze Pamer Badan Seksi di Instagram Mario Gotze Pamer Badan Seksi di Instagram1 Mario Gotze Pamer Badan Seksi di Instagram2 Mario Gotze Pamer Badan Seksi di Instagram3 Mario Gotze Pamer Badan Seksi di Instagram4 Mario Gotze Pamer Badan Seksi di Instagram5 Mario Gotze Pamer Badan Seksi di Instagram6 Mario Gotze Pamer Badan Seksi di Instagram7

5 Pemain Bola Paling Pemarah Dalam Sejarah Sepakbola

Memang agak ribet ya kalo bertemu dengan orang-orang yang sulit untuk mengontrol emosinya. Salah bertindak dikit aja, doi langsung naik pitam dan malah ngajak berantem. Nah, tipe orang kayak gitu, ternyata juga menghiasi indahnya dunia sepakbola nih.

Ya, beberapa pesepakbola berikut memang terkenal sebagai pemain yang tempramental. Aksi mereka dalam mengolah si kulit bundar, seringkali justru menimbulkan tekel-tekel keras dan keributan di atas lapangan. Wah, kalo tanding lawan mereka, kayaknya harus sabar dan hati-hati banget deh ya.

Mau tau kan, siapa aja sih para pemain bola yang dimaksud? Daripada makin penasaran, yuk simak bareng-bareng ulasannya.

1.Pepe

1

Pemain berkebangsaan Portugal ini jadi salah satu palang pintu terbaik yang pernah dimiliki oleh Real Madrid. Sayangnya, Pepe seringkali kesulitan mengontrol emosinya. Saat melakoni pertandingan, tekel-tekel keras dan keributan pun seringkali ditimbulkan akibat ulah Pepe. Yang paling parah mungkin kala Madrid bersua Getafe pada Desember 2009 silam. Pada pertandingan tersebut, Pepe terlihat begitu emosi dengan pemain Getafe, Javier Casquero. Pepe mendorong Casquero hingga jatuh telungkup di lapangan. Nggak berhenti sampai di situ, Pepe bahkan sampai tega menendangi punggung Casquero berulang kali.

2. gennaro gattuso

2. gennaro gattuso

Pemain yang satu ini cukup lama mengisi lini tengah AC Milan. Kemampuan spesial Gennaro Gattuso terletak pada kecerdikannya dalam mematikan penyerangan lawan. Namun, nggak jarang aksi Gattuso ini seringkali menimbulkan keributan. Gattuso memang terlihat sebagai pemain temperamental, ia seringkali terlibat cekcok dengan para pemain lawan. Bahkan, melihat gambaran tersebut, publik sepakbola sampai memberi julukan ‘Rhino’ (badak) kepada Gattuso

3. roy keane

5 Pemain Bola Paling Pemarah Dalam Sejarah Sepakbola

Manchester United mungkin jadi klub yang paling beruntung pernah memiliki sosok pemain seperti Roy Keane. Ya, dengan jiwa kepemimpinannya, Keane berhasil membawa banyak kesuksesan bagi Setan Merah. Namun, terlepas dari itu semua, Keane memang terkenal sebagai sosok pemain yang tempramen. Sebagai kapten MU, Keane harus berulang kali terlibat keributan untuk membela rekan-rekan setimnya. Mungkin, yang paling terkenal ialah saat Keane dan Patrick Vieira terlibat cekcok di lorong ruang ganti Highbury pada 2005 silam.

4. joey barton

4. joey barton

Banyak pengamat sepakbola berpendapat, bahwa Joey Barton akan jadi pemain yang luar biasa hebat bila lebih pintar mengontrol emosinya. Ya, Barton memang terkenal sebagai pemain yang sangat temperamental. Bukan sekedar cekcok aja, Barton juga seringkali terlibat perkelahian. Yang paling jadi perhatian mungkin saat Barton memukul rekan setimnya di Manchester City, Ousmane Dabo. Akibat ulahnya itu, Barton bahkan sampai masuk penjara selama 77 hari.

5. diego costa

5. diego costa

Pemain yang satu ini cukup ditakuti oleh barisan pertahanan lawan, berkat ketajamannya dalam mencetak gol. Namun, kemampuannya ini bisa jadi nggak keluar secara maksimal, lantaran Diego Costa seringkali kesulitan untuk mengontrol emosinya. Kartu merah dan keributan dengan pemain lawan, jadi pemandangan yang biasa diperlihatkan Costa. Bahkan, baru-baru ini, Costa juga terlibat keributan dengan pelatihnya di Chelsea, Antonio Conte.

Liga Inggris Liga yang Fisikal, Liga Spanyol Teknikal, Liga Italia Taktikal

Liga-liga top Eropa punya stereotipe yang berbeda-beda. Liga Inggris, kata mereka, adalah liga yang physical. Kemudian, Liga Spanyol merupakan liga yang technical, sementara Liga Italia adalah liga yang tactical.
Ketiga stereotipe itu sebenarnya menekankan pada tiga atribut terpenting yang harus dimiliki baik oleh pemain maupun tim sepak bola. Tak ada satu hal yang lebih penting dari yang lainnya. Ketiga hal itu menjadi satu kesatuan membentuk unit yang utuh.
Meski sama pentingnya, setiap orang atau tim tentu memiliki satu atribut yang jadi andalan utama. Burton Albion, misalnya, tentu tidak mampu bersaing secara teknikal dengan Real Madrid. Maka dari itu, mereka kemudian pasti akan mencari jalan lain untuk memenangi pertandingan. Perihal mencari jalan lain itulah yang kemudian membentuk stereotipe itu.
Sepak bola Italia dikenal sangat mengandalkan taktik karena secara fisik, orang-orang Italia memang inferior dibanding bangsa Eropa lain. Maka dari itu mereka berusaha akan selalu memenangi pertandingan dengan mengakali lawan, entah itu dengan cara yang legal (menggunakan taktik) atau ilegal (aksi teatrikal).
Meski begitu, hal lain bukannya tidak penting. Entah sudah ada berapa puluh fantasisti hebat yang pernah mentas di tanah Italia. Sejak era Giuseppe Meazza hingga Francesco Totti, Italia pun jadi gudang pemain-pemain berteknik tinggi.
Tak hanya itu, dari Italia pun banyak bermunculan pemain-pemain berkarakter keras. Jika Anda familiar dengan nama-nama seperti Claudio Gentile, Pietro Vierchowood, atau Paolo Montero, maka Anda pasti paham jika permainan fisik pun punya tempat yang besar di Italia.
Saat ini, di Italia sedang terjadi perubahan cara bermain. Selain karena tuntutan sepak bola modern, ketidakmampuan klub-klub Italia untuk bersaing secara finansial akhirnya memaksa mereka untuk memainkan sepak bola yang lebih "kasar". Hal ini tak hanya terlihat dari karakter pemain-pemain belakang saja, tetapi juga para pemain tengah yang menjadi motor permainan.
Di bawah Antonio Conte, Juventus pernah punya dua pemain yang sangat menonjol atribut fisiknya, Arturo Vidal dan Paul Pogba. Kedua pemain itu memang punya kemampuan teknik yang bagus, namun keberadaan mereka membuat lini tengah Juventus menjadi lebih kokoh. Vidal dan Pogba bertugas untuk melindungi Andrea Pirlo yang Agung di pos quarterback. Selain itu, mereka juga disokong oleh Stephan Lichtsteiner dan Kwadwo Asamoah yang juga sangat kuat dalam urusan fisik.
Kini, Pogba dan Vidal sudah tidak lagi berseragam Juventus. Selain itu, Lichtsteiner pun mulai menurun, sementara Asamoah belum pulih dari inkonsistensi pascacedera. "Si Nyonya Tua" pun kini menjadi sangat technical dengan keberadaan Dani Alves dan Alex Sandro di pos full-back/wing-back, plus Miralem Pjanic dan Sami Khedira di sentral permainan.
Hal berkebalikan dialami salah satu pesaing terkuat Juventus, Roma. Seperti yang dikatakan Daniele De Rossi, kepergian Seydou Keita dan Miralem Pjanic membuat Roma menjadi tim yang sangat mengandalkan fisik. Pasalnya, sentral permainan mereka kini dipegang oleh Radja Nainggolan dan Kevin Strootman.
De Rossi pun tampak tidak keberatan dengan hal ini dan nyatanya, Roma pun masih sanggup menjadi ancaman serius bagi Juventus. Dengan keberadaan dua gelandang tersebut, Roma menjadi lebih energik meski terkadang kesulitan untuk membongkar pertahanan lawan yang kelewat rapat.
Roma sebenarnya tidak sendirian. Rival sekota mereka, Lazio, pun demikian.
Di Lazio, ada sosok pemain muda dengan atribut fisik mumpuni dalam diri Sergej Milinkovic-Savic. Pemain asal Serbia itu, meski memiliki kemampuan teknikal yang tak buruk, menonjol karena keunggulan fisiknya.
Postur Milinkovic-Savic sendiri memang menjulang tinggi, 193 cm. Keunggulan postur itu kemudian terejawantahkan dengan kemampuannya memenangi duel-duel. WhoScored mencatat bahwa pemain 21 tahun ini rata-rata memenangi 5 duel udara per gim. Catatan itu sendiri merupakan yang terbaik di Serie A. Uniknya, di peringkat kedua, ada nama pemain Roma, Edin Dzeko, yang punya rataan 4 duel udara per gim. Catatan milik Dzeko itu seakan mengafirmasi pernyataan De Rossi tadi.
Kemampuan bermain fisik itu juga tampak di tim kejutan musim ini, Atalanta. Dengan mengandalkan Roberto Gagliardini yang kini sudah berseragam Internazionale, La Dea mampu duduk di peringkat keenam klasemen sementara. Gagliardini sendiri merupakan pemain yang jenisnya mirip dengan Milinkovic-Savic. Keduanya sama-sama muda, bertubuh tinggi besar, dan mampu mengambil keuntungan dari posturnya. Ketika menghadapi Juventus akhir pekan lalu, Gagliardini-lah pemain Inter yang paling banyak membuat upaya mencetak gol (3 upaya). Adapun, 2 dari 3 upaya yang dibuat pemain berusia 22 tahun ini dibuatnya dengan sundulan kepala. Gagliardini pun menjadi pemain tengah Inter yang paling menonjol pada laga itu.
Selain Gagliardini, Atalanta juga memiliki sosok Franck Kessie. Pemain asal Pantai Gading ini dikenal sebagai pemain yang dinamis. Artinya, Kessie adalah pemain yang sangat aktif bergerak ke sana ke mari, baik untuk membantu serangan maupun pertahanan. Selain memiliki dribel yang bagus, pemuda 20 tahun ini juga memiliki kekuatan fisik yang prima. Mungkin usia belia Kessie berpengaruh pula pada gaya bermainnya. Akan tetapi, sejauh ini seperti itulah cara Franck Kessie bermain sepak bola.
Satu tim kuat lain yang juga dikenal akan permainan fisiknya adalah Napoli. Meski di bawah Maurizio Sarri mereka memainkan sepak bola yang lebih cantik dan bermartabat, Napoli pernah menjadi tim papan atas yang sangat physical di bawah Walter Mazzarri. Bermain dengan formasi 3-4-2-1, Napoli-nya Mazzarri mengandalkan serangan balik cepat dan pemain-pemain yang mampu berduel. Bahkan, bomber andalan mereka, Edinson Cavani, pun dikenal sebagai pemain yang sulit dikalahkan dalam duel.
Fiorentina pun begitu. Meski menjadikan penguasaan bola sebagai prioritas, cara mereka menguasai bola ini membutuhkan jagal-jagal seperti Milan Badelj dan Carlos Sanchez atau pemain dinamis seperti Matias Vecino, Federico Chiesa, dan Maximiliano Olivera.
Kemudian, ada pula Milan. Sejak mulai memasuki zaman jahiliyah pasca-2011, Milan pernah dikenal sebagai klub dengan koleksi gelandang tukang pukul terbanyak di Serie A. Ketika itu, Milan ada di bawah asuhan Max Allegri dan gelandang-gelandang yang jadi andalan Allegri ketika itu adalah nama-nama seperti Kevin Prince Boateng, Antonio Nocerino, dan Nigel De Jong.
Meski begitu, harus diakui bahwa Milan, ketika itu, memiliki pemain-pemain seperti itu karena keadaan. Ketidakmampuan finansial mereka membuat manajemen kemudian harus memutar otak dan akhirnya, Milan pun memutuskan untuk bermain dengan cara seperti itu.
Kini, Milan tampak sudah kembali ke jalan yang benar. Dengan pemain-pemain berteknik macam Jack Bonaventura, Andrea Bertolacci, dan Manuel Locatelli, Milan sedang membangun masa depan mereka.
Pada akhirnya, tidak dapat dipungkiri bahwa kekuatan fisik adalah sesuatu yang tak bisa ditawar dari aktivitas persepakbolaan. Apa pun stereotipe yang dilekatkan, tanpa dua atribut lain, sepak bola takkan berjalan. Serie A kini mungkin sedang berusaha untuk menggunakan solusi sementara agar dapat bertahan hidup. Akan tetapi, semakin maraknya permainan fisik di Serie A barangkali juga bisa menunjukkan bahwa dalam sepak bola modern, identitas (atau stereotipe) yang murni sudah tidak ada lagi.

MU Pecahkan Rekor Dengan Kalahkan Tim Terbaik di 5 Liga Top Eropa

Manchester United (MU) memang masih layak menyandang klub yang cukup disegani di kompetisi Eropa. Tim yang kini ditangani Jose Mourinho tersebut, sejauh ini masih memiliki catatan terbaik dibanding tim-tim lain di Eropa.

Terakhir, MU menorehkan catatan mengesankan dibanding klub-klub lain di lima liga top Eropa. Zlatan Ibrahimovic dan kawan-kawan kini menjadi tim yang menyandang rekor tak terkalahkan terpanjang.

MU berhasil mencetak rekor tak terkalahkan di 15 laga di Liga Inggris. Hasil positif ini terakhir diraih saat mereka menang telak 3-0 atas tuan rumah Leicester City, 5 Februari 2017 lalu,

Rekor tertinggi tak terkalahkan Setan Merah terjadi di musim 2010/11. Mereka mampu menjadi tim tak terkalahkan di 29 laga.

Seperti dilansir Squawka, catatan MU ini jauh lebih baik dari klub raksasa Spanyol Barcelona. Urutan selanjutnya ditempati klub Serie A Napoli dan Tottenham Hotspur.

Kunci keberhasilan ini adalah strategi yang dimainkan Mourinho. Para pemain MU pun tak lagi kesulitan di lapangan.

Kebangkitan MU memang sudah terlihat sejak November tahun lalu. Hal ini dimulai usai kalah 1-2 dari Feyenoord di laga Liga Europa, 4 November 2016. Setelah itu, Red Devils menunjukkan kedigdayaannya.

Namun, sayangnya catatan MU di kompetisi Eropa, tak mencerminkan prestasi di Liga Inggris. Mourinho saat ini masih berjuang agar para pemannya tetap menjaga konsistensi.

MU sepertinya sudah keluar dari perburuan gelar. Kini mereka masih terpaku di posisi keenam klasemen sementara Liga Inggris atau terpaut 14 poin terpaut dari pimpinan klasemen Chelsea.

Sebelumnya, Mourinho sempat mempertanyakan mentalitas beberapa pemainnya. Bahkan, pelatih asal Portugal ini meminta mereka untuk keluar dari "zona nyaman".

"Aku tahu para pemain sudah bermain sangat baik. Namun, aku tidak tahu bahwa beberapa pemain masih membutuhkan waktu untuk beradaptasi , karena harus menjadi bagian dari habitat alami Anda," kata Mourinho.

"Bermain untuk menang, tanggung jawab untuk menang, mengatasi tekanan untuk menang. Ini adalah sesuatu yang harus dimiliki. Tapi, untuk beberapa pemain ternyata tidak," ujarnya lagi.