Kenapa (Akan) Ada Lebih Banyak Penalti di Liga Inggris Musim Ini?
indolivescore.com - Sudah ada total 13 penalti di Liga Inggris sementara ini, padahal kompetisi baru berjalan tiga pekan. Itu artinya jika diratakan, setiap pekannya bisa 4 penalti terjadi. Jumlahnya itu dua kali lipat dari musim sebelumnya, pada 2015/16 pada periode yang sama hanya ada enam penalti terjadi. Sedangkan 2014/15 lebih sedikit lagi, hanya ada empat penalti di pekan pertama.
Melimpahnya jumlah penalti ini adalah dampak dari kebijakan baru yang diterapkan di Liga Inggris musim ini. Pada peraturan tersebut diperjelas kembali jenis-jenis pelanggaran yang bisa dihukum tendangan bebas, termasuk penalti.
Sebenarnya aturan seperti ini sudah lama ada, hanya saja dipertegas kembali oleh FA. Sehingga bisa disebut wasit Liga Inggris akan memberi porsi khusus insiden di dalam kotak penalti musim ini. Perwakilan wasit juga sudah melakukan pengenalan kebijakan ini ke para kesebelasan sebelum kompetisi dimulai, untuk selanjutnya diteruskan ke para pemain serta pelatih.
Sebelumnya ada semacam standar berbeda antara pelanggaran untuk tendangan bebas dengan penalti. Wasit bisa mudah meniup peluit ketika terjadi pelanggaran untuk tendangan bebas. Tapi butuh pelanggaran yang “lebih keras” untuk pelanggaran yang menyebabkan penalti.
Mulai musim ini pelanggaran-pelanggaran yang sebelumnya kita anggap kecil tersebut bisa dijatuhi penalti. Buktinya sudah ada dengan meningkatnya jumlah penalti di awal musim dan diprediksi juga akan meningkat sampai akhir nanti.
Contoh paling baik untuk memahami kasus ini adalah laga antara Stoke melawan Manchester City (20/8). Pada pertandingan tersebut ada 2 penalti untuk masing-masing tim dan 1 lagi kejadian kontroversial.
Pada insiden penalti pertama pemain Stoke, Ryan Shawcross, terbukti menarik kostum dari Nicolas Otamendi. Wasit kemudian tanpa ragu langsung memberi hukuman penalti.
Penalti kedua juga melibatkan Shawcross, namun kali ini dia yang dilanggar oleh Raheem Sterling. Di tayangan ulang Sterling seolah tak melakukan sesuatu yang berlebihan terhadap lawannya tersebut. Kedua tangannya memang menyentuh Shawcross tapi tidak menarik atau merangkulnya, ia bahkan masih berdiri dan terlihat tanpa gangguan berarti.
Tapi secara aturan apa yang dilakukan oleh Sterling tetap salah. Pemain timnas Inggris tersebut hanya fokus kepada lawan, bukan bola. Artinya tidak ada niatan Sterling untuk menghalau, merebut, atau menyapu bola tetapi hanya menghentikan lawan (Aturan 12 FIFA). Walaupun cara yang ia lakukan, secara umum, tampak kelewat lembut untuk disebut pelanggaran penalti.
Kejadian pelanggaran penalti Sterling menjadi makin kontroversial karena sebelumnya ada insiden yang lebih keras. Insiden tersebut melibatkan Aleksandr Kolarov dengan Joe Allen. Banyak yang beranggapan wasit keliru karena tak memberikan penalti ke Stoke City di insiden ini namun justru di Sterling tadi.
Tapi tahukah kalian kalau tingkat pelanggaran di Sterling lebih besar dari Kolarov? Sederhananya, kasus Sterling memang wajib dihukum penalti sedangkan Kolarov belum tentu, tergantung pandangan wasit saat itu.
Sterling jelas melanggar peraturan soal melakukan aksi tanpa bermaksud memainkan bola, sekali lagi dia hanya fokus menghentikan gerak lawan. Ia sama sekali tak melihat ke bola, bahkan badannya membelakangi arah bola, maka mudah saja berkesimpulan Sterling hanya berniat menghentikan lawan. Hal ini berbeda dengan yang terjadi pada Kolarov yang masih melakukan duel bola.
Penyesuaian dan Konsistensi
Kebijakan baru ini membuat bias antara pelanggaran di dalam dan luar kotak penalti semakin tipis. Tak ada lagi anggapan seperti sebelumnya yang menyatakan pelanggaran di kotak penalti harus keras. Sehingga dipastikan makin banyak tendangan penalti ke depan jika para kesebelasan tak melakukan penyesuaian.
Shawcross usai laga melawan Man City tersebut bahkan mengakui ia telah melakukan kesalahan konyol. Bek berusia 28 tahun tersebut mengaku sebenarnya sudah tahu hal tersebut karena telah mendapat sosialisasi sebelumnya di pra-musim.
Sementara manajer Man City Pep Guardiola dan manajer Stoke City Mark Hughes mengaku akan menyesuaikan, terutama di cara bertahan pemainnya. Hal ini memang penting dilakukan karena hukuman penalti punya peluang kebobolan sangat tinggi.
Beberapa yang mesti dilakukan di antaranya adalah soal taktik bertahan di situasi bola mati. Para manajer harus mencari cara efektif sekaligus adaptif. Cara lama dengan mengawal pemain satu per satu secara ketat perlu dipertimbangkan kembali mengingat besarnya risiko yang ada.
Manajer Man United, Jose Mourinho, juga berpendapat soal ini. Ia mengatakan bahwa paling penting dari kebijakan baru ini adalah soal konsistensi.
"Masalah saya dengan aturan baru selalu tentang konsistensi atau inkonsistensi dalam keputusan," kata Mourinho. "Memegang, tarikan baju, tidak melihat bola dan hanya pada pemain untuk menarik – ini jelas penalti, tapi itu harus penalti setiap kali (kejadian), dengan setiap klub, dengan setiap pemain,” tambahnya.